Pak
Anda, begitulah saya dan murid lain biasa memanggilnya. Sosok sederhana nan
berwibawa yang telah berpulang pada tanggal 13 Januari 2020 itu, masih melekat
di hati kami. Sesederhana namanya, tak pernah saya melihat dia menggunakan pakaian
mewah maupun mencolok. Dia seringkali berpenampilan biasa dengan celana bahan,
baju batik dan peci bundar putih yang melingkari kepala.
Pada tahun 2006-2008 saat saya
menjadi muridnya, dia merupakan guru matematika di MTs Daaru Fikril Uluum, Desa
Cicadas, Kecamatan Binong, Kabupaten Subang. Tidak hanya menjadi guru di MTs,
di sore hari dia juga menjadi guru ngaji. Selain itu, dia merupakan salah satu
inisiator pembangunan RA pertama di desa kami.
Banyaknya
kegiatan yang dia miliki tidak sedikitpun mengurangi kualitasnya dalam mengajar.
Jarang sekali dia datang terlambat ataupun tidak menghadiri jam pelajaran.
Langkahnya yang cepat menunjukkan bahwa sedetik waktu yang dia miliki ingin dimanfaatkan
sebaik mungkin dan kedisiplinan adalah salah satu faktor penentunya.
Meski
sudah banyak kegiatan yang dilakukan, dia tidak sungkan untuk menerima
kedatangan siswa-siswi ke rumahnya. Pernah suatu hari, saya dan beberapa siswa
lainnya ingin mendapat les tambahan pada mata pelajaran matematika. Hal
tersebut dilakukan karena waktu kami untuk menghadapi ujian nasional sudah
semakin dekat. Pada masa itu, UN masih menjadi ancaman menakutkan bagi
kelulusan dan kelangsungan pendidikan kami di masa depan. Apalagi matematika
menjadi pelajaran wajib pada ujian nasional yang cukup mampu membuat banyak
siswa sakit kepala.
Pak
Anda merespon permintaan kami. Dia membuat jadwal les tambahan di rumahnya dan
melaksanakannya secara gratis. Kami yang sebagian besar dari kalangan kelas
menengah ke bawah tentu menyambut kabar baik itu dengan senang hati.
Mau Menerima Kritik
Selain kedisiplinan dan keikhlasan
dalam mendidik muridnya, hal lain yang paling saya ingat mengenai Pak Anda
adalah sikap rendah hati dan mau mengoreksi kesalahan yang telah dia lakukan.
Sebelum belajar dengannya, saya menganggap bahwa guru pantang berbuat salah.
Tidak jarang, saya lebih percaya dengan perkataan guru dibandingkan dengan
orang tua saya sendiri. Saya pun yakin, banyak siswa-siswi setingkat SD dan SMP
yang memiliki pandangan tak jauh berbeda bahwa guru itu pasti selalu paling tahu.
Namun, permintaan maaf yang diucapkan dengan wajah sumringah tanpa merasa malu
atau kalah oleh siswanya saat ada salah satu siswa yang menemukan kesalahan
pada jawaban yang dia berikan membuat saya memiliki pandangan berbeda.
Sejak saat itu, saya menyadari bahwa
guru adalah manusia biasa yang wajar jika melakukan sebuah kesalahan. Bagi saya,
permintaan maaf dan kemauan dia mengoreksi kesalahan tidaklah membuat wibawanya
jatuh. Justru sebaliknya, dia telah mengajarkan karakter tanggung jawab kepada
kami melalui permintaan maafnya. Apa yang dia lakukan telah membuat saya dan
siswa lain kagum dan merasa nyaman belajar dengannya. Dia tidak sungkan meminta
koreksi dari siswa-siswi jika dirasa cara mengajarnya kurang memuaskan. Dia
juga seringkali memberi apresiasi kepada siswa-siswi yang tidak takut untuk memberikan
koreksi.
Setelah mengajar di SMA, saya
menyadari betapa pentingnya karakter ini bagi seorang guru. Mengakui kesalahan,
meminta maaf dan mau memperbaikinya setelah dikritik oleh siswa sangat berat
dilakukan. Terkadang ego muncul menekan hati nurani sehingga saya merasa gengsi
untuk mengakui kesalahan pada siswa-siswi. Namun, jika kesalahan ini dibiarkan bukankah
hal tersebut kelak malah menyesatkan? Bagaimana bisa seorang guru mengajarkan makna
tanggungjawab jika dia tidak mampu untuk mengakui dan memperbaiki kesalahan
yang dia lakukan?
Motivator
handal
Di saat mengajar matematika, seringkali Pak Anda
menyempatkan waktu memberi motivasi agar kami yakin untuk terus mengasah setiap
potensi yang dimiliki. Suatu hari, di sela pembelajaran tersebut, dia
mengatakan bahwa beberapa orang termasuk saya memiliki potensi menjadi seorang
guru. Dia memberikan beberapa nasihat dan motivasi agar kami mengasah potensi
itu. Sampai saat ini, perkataan dan motivasi di sela pembelajaran matematika
tersebut masih menjadi salah satu alasan saya untuk mengikuti jejaknya.
Dia
tidak pernah memaksa siswanya untuk menguasai seluruh materi pelajaran
yang dia ajarkan. Menurutnya, setiap siswa memiliki potensi yang berbeda.
Tugasnya sebagai guru bukan hanya mengajarkan pelajaran dari buku, tapi juga
meyakinkan siswa-siswinya untuk bekerja keras dalam mengasah potensinya
masing-masing.
Teladan yang Kini Diwariskan
Kerja keras, kedisiplinan,
keikhlasan, kerendahan hati, dan kemauan diri menerima kritik yang dulu Pak Anda
ajarkan kini telah diwariskan. Kepergiannya tidak membuat karakter-karakter
tersebut menghilang. Saya dan murid lain yang menjadikannya sosok teladan
sebisa mungkin akan meneruskan apa yang sudah dia lakukan dengan cara dan
profesi kami masing-masing.
Selamat
jalan pak guru, akan kami teruskan perjuanganmu!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar