Kuliah Sosiologi Agama
Pertemuan 4
Pertemuan 4
Dosen: DR. H. Aceng
Kosasih, M.Ag.
Waktu: Kamis,
20 Maret 2014
Teori-Teori Sosiologi Tentang Asal-Usul Agama
1. Teori Wahyu
Teori wahyu atau yang juga disebut teori revelasi menyatakan bahwa kelakuan keagamaan pada manusia itu
terjadi karena adanya wahyu dari Tuhan. Menurut teori ini, segala perkara
dianggap benar jika diwahyukan oleh Tuhan. Tokoh teori ini adalah William Schmid, seorang katolik yang kuat
sebagai teolog. Ia menulis karyanya yang berjudul Der Ursprung der
Gottesidee, yang terdiri dari delapan jilid yang besar. Ia mengajukan
teorinya tentang revelasi yang dianggapnya berbeda dengan pendapat para pendahuluya
yang diwakili oleh tokoh evolusi dan Oer-Monotheisme. Teori revelasi ini
merupakan hasil penelitiannya terhaap beberapa suku primitif yang ada di
beberapa negara Asia. ( http://adib-suka.blogspot.com/2011/12/sejarah-agama-agama.html#.Uw0N2-OsyjY)
2. Teori Batas Akal
Teori ini menyatakan bahwa permulaan terjadinya agama dikarenakan
manusia mengalami gejala yang tidak dapat diterangkan oleh akalnya. Teori batas
akal ini berasal dari pendapat seorang ilmuwan besar dari Inggris, James G.
Frazer. Menurutnya, manusia bisa memecahkan berbagai persoalan hidupnya dengan
akal dan sistem pengetahuannya. Tetapi akal dan sistem pengetahuan itu ada
batasnya, dan batas akal itu meluas sejalan dengan meluasnya perkembangan ilmu
dan teknologi. Oleh karena itu, makin maju kebudayaan manusia, makin luas batas
akal itu.
Selanjutnya, menurut teori ini Dalam banyak kebudayaan di dunia
ini, sebagian batas akal manusia itu masih amat sempit karena tingkat
kebudayaannya masih sangat sederhana. Oleh karena itu, berbagai persoalan hidup
banyak yang tidak dapat dipecahkkan dengan akal mereka. Maka, mereka
memecahkannya melalui magic atau ilmu ghaib. James G. Fraser, menambahkan bahwa
magic adalah segala perbuatan manusia untuk mencapai suatu maksud tertentu
melalui berbagai kekuatan yang ada di alam semesta serta seluruh kompleksitas
anggapan yang ada dibelakangnya.(http://sepucukkaryalusi.blogspot.com/2011/12/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.
html).
Pada mulanya, manusia hanya
menggunakan ilmu ghaib untuk memecahkan soal-soal hidupnya yang ada di luar
batas kemampuan dan pengetahuan akalnya. Lambat laun terbukti banyak perbuatan
magisnya itu tidak ada hasilnya. Oleh karena itu, ia mulai percaya bahwa alam
ini didiami oleh makhluk-makhluk halus yang lebih berkuasa daripada manusia.
Maka mereka mulai mencari hubungan yang baik dengan makhluk-makhluk halus yang
mendiami alam itu. Dengan demikian, hubungan baik ini menyebabkan manusia mulai
mempercayakan nasibnya kepada kekuatan yang dianggap lebih dari dirinya. Dari
sinilah mulai tibul religi.
3. Teori Jiwa
Para ilmuwan
penganut teori ini berpendapat, agama yang paling awal bersamaan dengan pertama
kali manusia mengetahui bahwa di dunia ini tidak hanya dihuni oleh makhluk
materi, tetapi juga oleh makhluk immateri yang disebut jiwa (anima).
Pendapat ini dipelopori oleh seorang ilmuwan Inggris yang bernama Edward Burnet
Taylor (1832-1971). Dalam bukunya yang sangat terkenal, The Primitif Culture
(1872) yang mengenalkan teori animisme, ia mengatakan bahwa asal mula agama disebabkan oleh munculnya kesadaran manusia akan adanya roh atau jiwa. Mereka
memahami adanya mimpi dan kematian, yang mengantarkan mereka kepada pengertian
bahwa dua peristiwa itu, mimpi dan kematian, merupakan bentuk pemisahan antara
roh dan tubuh kasar.
Menurut Tylor
(http://ajiraksa.blogspot.com/2011/05/teori-asal-usul-agama-teori-jiwa.html) kesadaran manusia akan paham jiwa timbul
karena dua hal :
a. Perbedaan yang tampak pada manusia akan
hal-hal yang hidup dan mati. Suatu saat makhluk itu bergerak yang berarti
hidup, dan suatu saat ia tidak bergerak yang berarti mati. Lambat laun manusia
tahu bahwa yang bergerak dan hidup itu disebabkan adanya jiwa, yaitu suatu
kekuatan yang berada di luar tubuh manusia.
b. Dalam peristiwa mimpi, manusia melihat dirinya
berada di tempat lain dri tempat tidurnya. Karena itu manusia tahu bahwa ada
perbedaaan antara tubuhnya, yang ada di tempat tidur, dengan bagian lain dari
dirinya yang berada di tempat lain, yaitu jiwanya.
Sifat abstrak
jiwa itu menimbulkan keyakinan bahwa jiwa dapat hidup lepas dari tubuh. Pada
waktu hidup, jiwa masih tersangkut dalam tubuh, dan pada saat mimpi atau
pingsan jiwa meninggalkan tubuh. Akibatnya tubuh dalam keadaan lemah. Walaupun
jiwa sedang melayang ke luar tubuh, namun hubungan masih tetap ada. Hanya pada
waktu mati, jiwa tadi benar-benar terlepas dari tubuh. Jiwa bersifat bebas dan
dapat berbuat semaunya. Alam semesta penuh dengan jiwa-jiwa yang merdeka itu,
yang disebut dengan soul atau spirit, atau “makhluk halus”. Demikianlah
pikiran manusia telah mentransformasikan kesadaran terhadap adanya jiwa menjadi
kepercayaan pada makhluk-makhluk halus.
Makhluk-makhluk
halus itu tinggal disekeliling manusia. Tetapi karena begitu halusnya maka
tidak dapat tertangkap oleh indera manusia. Mereka dapat berbuat sesuatu yang
tidak dapat diperbuat manusia sehingga menempati kedudukan terpenting dalam
kehidupan manusia. Manusia melakukan penghormatan dan pemujaan kepadanya
melalui berbagai macam upacara berupa doa, sesaji atau korban. Kepercayaan ini
oleh Tylor disebut dengan Animisme.
Selanjutnya
gerak alam ini, yang berupa peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala alam seperti
jalannya matahari, mengalirnya air dari gunung ke laut, gempa bumi dan
sebagainya, dipercaya digerakkan oleh jiwa alam yang dipersonifikasikan dengan
suatu pribadi yang memiliki kemauan dan pikiran. Makhluk-makhluk halus yang
berada di balik gejala alam itu disebut Dewa Alam.
Selanjutnya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar