Kamis, 22 Mei 2014

Teori-Teori Sosiologi Tentang Asal-Usul Agama 1

Kuliah Sosiologi Agama
Pertemuan 4
Dosen: DR. H. Aceng Kosasih, M.Ag.
Waktu: Kamis, 20 Maret 2014


Teori-Teori Sosiologi Tentang Asal-Usul Agama

1. Teori Wahyu

    Teori wahyu atau yang juga disebut teori revelasi menyatakan bahwa kelakuan keagamaan pada manusia itu terjadi karena adanya wahyu dari Tuhan. Menurut teori ini, segala perkara dianggap benar jika diwahyukan oleh Tuhan. Tokoh teori ini adalah William Schmid, seorang katolik yang kuat sebagai teolog. Ia menulis karyanya yang berjudul Der Ursprung der Gottesidee, yang terdiri dari delapan jilid yang besar. Ia mengajukan teorinya tentang revelasi yang dianggapnya berbeda dengan pendapat para pendahuluya yang diwakili oleh tokoh evolusi dan Oer-Monotheisme. Teori revelasi ini merupakan hasil penelitiannya terhaap beberapa suku primitif yang ada di beberapa negara Asia. ( http://adib-suka.blogspot.com/2011/12/sejarah-agama-agama.html#.Uw0N2-OsyjY)
   Dalam teori ini dijelaskan bahwa manusia sebagai makhluk tidak memiliki pengetahuan yang sempurna tentang penciptanya. Maka dari itu, untuk dapat mengetahui tentang hal-hal supernatural atau tentang Tuhan, maka Tuhan harus merevelasikan (mewahyukan) pengetahuan tersebut kepada manusia. Wahyu dari Tuhan ini mengungkapkan hal-hal yang sebelumnya manusia tidak tahu seperti konsep dosa, kebenaran, kejahatan, natur Tuhan, hubungan manusia dengan Tuhan, mengapa manusia ada seperti sekarang, dst. Menurut teori ini, wahyu adalah kebenaran sejati yang dibukakan oleh Tuhan.

2.    Teori Batas Akal

Teori ini menyatakan bahwa permulaan terjadinya agama dikarenakan manusia mengalami gejala yang tidak dapat diterangkan oleh akalnya. Teori batas akal ini berasal dari pendapat seorang ilmuwan besar dari Inggris, James G. Frazer. Menurutnya, manusia bisa memecahkan berbagai persoalan hidupnya dengan akal dan sistem pengetahuannya. Tetapi akal dan sistem pengetahuan itu ada batasnya, dan batas akal itu meluas sejalan dengan meluasnya perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh karena itu, makin maju kebudayaan manusia, makin luas batas akal itu.
Selanjutnya, menurut teori ini Dalam banyak kebudayaan di dunia ini, sebagian batas akal manusia itu masih amat sempit karena tingkat kebudayaannya masih sangat sederhana. Oleh karena itu, berbagai persoalan hidup banyak yang tidak dapat dipecahkkan dengan akal mereka. Maka, mereka memecahkannya melalui magic atau ilmu ghaib. James G. Fraser, menambahkan bahwa magic adalah segala perbuatan manusia untuk mencapai suatu maksud tertentu melalui berbagai kekuatan yang ada di alam semesta serta seluruh kompleksitas anggapan yang ada dibelakangnya.(http://sepucukkaryalusi.blogspot.com/2011/12/normal-0-false-false-false-en-us-x-none. html).
Pada mulanya, manusia hanya menggunakan ilmu ghaib untuk memecahkan soal-soal hidupnya yang ada di luar batas kemampuan dan pengetahuan akalnya. Lambat laun terbukti banyak perbuatan magisnya itu tidak ada hasilnya. Oleh karena itu, ia mulai percaya bahwa alam ini didiami oleh makhluk-makhluk halus yang lebih berkuasa daripada manusia. Maka mereka mulai mencari hubungan yang baik dengan makhluk-makhluk halus yang mendiami alam itu. Dengan demikian, hubungan baik ini menyebabkan manusia mulai mempercayakan nasibnya kepada kekuatan yang dianggap lebih dari dirinya. Dari sinilah mulai tibul religi.

3.    Teori Jiwa

Para ilmuwan penganut teori ini berpendapat, agama yang paling awal bersamaan dengan pertama kali manusia mengetahui bahwa di dunia ini tidak hanya dihuni oleh makhluk materi, tetapi juga oleh makhluk immateri yang disebut jiwa (anima). Pendapat ini dipelopori oleh seorang ilmuwan Inggris yang bernama Edward Burnet Taylor (1832-1971). Dalam bukunya yang sangat terkenal, The Primitif Culture (1872) yang mengenalkan teori animisme, ia mengatakan bahwa asal mula agama disebabkan oleh munculnya kesadaran manusia akan adanya roh atau jiwa. Mereka memahami adanya mimpi dan kematian, yang mengantarkan mereka kepada pengertian bahwa dua peristiwa itu, mimpi dan kematian, merupakan bentuk pemisahan antara roh dan tubuh kasar.
Menurut Tylor (http://ajiraksa.blogspot.com/2011/05/teori-asal-usul-agama-teori-jiwa.html)  kesadaran manusia akan paham jiwa timbul karena dua hal :
a. Perbedaan yang tampak pada manusia akan hal-hal yang hidup dan mati. Suatu saat makhluk itu      bergerak yang berarti hidup, dan suatu saat ia tidak bergerak yang berarti mati. Lambat laun manusia tahu  bahwa yang bergerak dan hidup itu disebabkan adanya jiwa, yaitu suatu kekuatan yang berada di luar tubuh  manusia.
b. Dalam peristiwa mimpi, manusia melihat dirinya berada di tempat lain dri tempat tidurnya. Karena itu manusia tahu bahwa ada perbedaaan antara tubuhnya, yang ada di tempat tidur, dengan bagian lain dari dirinya yang berada di tempat lain, yaitu jiwanya.
Sifat abstrak jiwa itu menimbulkan keyakinan bahwa jiwa dapat hidup lepas dari tubuh. Pada waktu hidup, jiwa masih tersangkut dalam tubuh, dan pada saat mimpi atau pingsan jiwa meninggalkan tubuh. Akibatnya tubuh dalam keadaan lemah. Walaupun jiwa sedang melayang ke luar tubuh, namun hubungan masih tetap ada. Hanya pada waktu mati, jiwa tadi benar-benar terlepas dari tubuh. Jiwa bersifat bebas dan dapat berbuat semaunya. Alam semesta penuh dengan jiwa-jiwa yang merdeka itu, yang disebut dengan soul atau spirit, atau “makhluk halus”. Demikianlah pikiran manusia telah mentransformasikan kesadaran terhadap adanya jiwa menjadi kepercayaan pada makhluk-makhluk halus.
Makhluk-makhluk halus itu tinggal disekeliling manusia. Tetapi karena begitu halusnya maka tidak dapat tertangkap oleh indera manusia. Mereka dapat berbuat sesuatu yang tidak dapat diperbuat manusia sehingga menempati kedudukan terpenting dalam kehidupan manusia. Manusia melakukan penghormatan dan pemujaan kepadanya melalui berbagai macam upacara berupa doa, sesaji atau korban. Kepercayaan ini oleh Tylor disebut dengan Animisme.
Selanjutnya gerak alam ini, yang berupa peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala alam seperti jalannya matahari, mengalirnya air dari gunung ke laut, gempa bumi dan sebagainya, dipercaya digerakkan oleh jiwa alam yang dipersonifikasikan dengan suatu pribadi yang memiliki kemauan dan pikiran. Makhluk-makhluk halus yang berada di balik gejala alam itu disebut Dewa Alam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar